Langit masih muram meski angin perlahan menyapu mendung. Sore itu sendu dengan gerimis yang sesekali datang.
Berdiri puluhan polisi membentuk barisan panjang. Tubuh mereka terpasang bagaikan pagar, melindungi Istana Negara dibelakangnya. Siap menghadang jika ada yang berani menyentuh gedung bisu itu. Mata mereka awas dan enggan lepas dari wajah – wajah tua didepannya.
HIDUP KORBAN, JANGAN DIAM, LAWAN!!!
Terdengar teriakan dari orang – orang yang berkumpul di depan Istana Negara. Mereka berpakaian hitam dan berpayung hitam. Mereka menggelar spanduk serta atribut lainnya. Hadir sekitar tigapuluh demonstran dalam aksi yang mereka sebut kamisan. Aksi damai yang menuntut pertanggungjawaban negara terhadap kasus pelanggaran HAM.
Ketika aku dan beberapa kawan tiba di lokasi kamisan, aksi damai sudah digelar oleh seorang aktivis perempuan yang menyanyikan lagu untuk Sondang Hutagalung. Perlahan aku masuk ke dalam barisan, memegang payung dan spanduk. Setelah hanyut dalam penghormatan pada Sondang, kemudian ikut berteriak bersama korban“HIDUP KORBAN, JANGAN DIAM, LAWAN!!!”
Sore itu, Kamis 22 Desember 2011 merupakan aksi damai ke 239. Kamisan terakhir sebelum memasuki libur Natal dan Tahun Baru. Gagasan aksi diam telah dilakukan sejak kamis 18 Januari 2007. Aksi damai ini identik dengan baju hitam dan payung hitam yang bertuliskan sejumlah kasus pelanggaran HAM. Aksi kamisan berlangsung pada pukul 16.00 – 17.00 WIB di depan Istana Negara. Gerakan ini merupakan gagasan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) yang mendapat dukungan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Atribut kamisan itu mengandung makna, hitam melambangkan keteguhan dimana duka cita telah bertransformasi ke dalam cinta kasih pada para korban pelanggaran HAM dan sesama. Istana Negara sebagai lambang kekuasaan sedangkan payung hitam sebagai lambang perlindungan (Kumpulan Tulisan Perempuan Penyintas, Payung Hitam Keadilan 2011). Kamisan juga merupakan aksi Melawan Lupa terhadap sejumlah peristiwa maupun kasus pelanggaran HAM.
Kamisan selalu diikuti oleh Korban Kerusuhan Mei 98, Korban 65, Korban Perampasan Lahan Kecamatan Rumpin Januari 2007, Korban Pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Korban Penghilangan Orang Secara Paksa, mahasiswa, aktivis dan simpatisan. Kebanyakan diantara mereka adalah orang tua yang merupakan keluarga korban.
Kami berdiri tidak jauh dari lokasi bunuh diri Sondang Hutagalung. Mahasiswa UBK, sahabat Munir yang juga terlihat dalam beberapa aksi damai kamisan. Setelah lagu dinyanyikan aksi dilanjutkan dengan orasi dari mahasiswa dan korban. Selanjutnya pembacaan surat korban yang ditujukan kepada Presiden RI.
Tak hanya mengelar aksi damai, korban pelanggaran HAM juga menyurati Presiden RI. Lebih dari seribu surat telah dilayangkan namun hingga kamis itu belum ada balasan langsung dari Presiden SBY. Adapun balasan surat berasal dari menteri Sekretaris Negara dan Asisten Deputi Hubungan Ormas yang isinya hanya sebatas respon admistratif.
Aku ingat ketika kamisan ke 200. Hadir saat itu Denny Indrayana (belum menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM) dan Stanley A Prasetyo dari Komnas HAM. Namun kehadiran mereka tidak seperti yang Korban harapkan. Ibu Sumarsih, Ibunda Wawan, Mahasiswa Atmajaya korban penembakan Semanggi 98, terlibat perbincangan serius dengan Denny Indrayana. Nampak jelas Ibu Sumarsih begitu marah dan sangat emosional. Wajar jika saat itu para aktivis dan peserta kamisan meneriaki Pemerintah Bohong.
Aksi hampir selesai, aku masih mematung. Masih menggenggam payung, sedari awal rasa haru dan marah berkecambuk dalam hati. Memandang Ibu – ibu, bapak dan kakek – kakek yang masih setia berdiri di depan istana. Mereka tak lelah dan rela mengeluarkan ongkos transport untuk hadir menuntut keadilan bagi dirinya, bagi keluarganya dan mewakili korban pelanggaran HAM. Perjuangan tanpa henti. Sakit, memandang Istana Negara yang berdiri angkuh. Kami seakan berbicara dengan benda mati, mengadu gedung bukan Bapak Negara. Adakah secercah harapan dari kesetiaan asa mereka? Suara serak kami? JANGAN DIAM, LAWAN!!!.
Kamis, 29 Desember 2011. Tidak melakukan aksi di depan Istana Negara. Tetapi Kamis, terpaut ingat pada wajah kakek dan ibu – ibu berpayung.